MOPD singkatan dari Masa Orientasi Peserta Didik, cuma mengganti kata yang sudah terlanjur dikenal sebagai MOS atau Masa Orientasi Siswa, dari tahun ke tahun beraneka peristiwa dan kenangan yang terjadi. Di masa ini makin memuncak adanya keinginan untuk meniadakan kegiatan tersebut, seiring juga makin meningkatnya tatacara kegiatan yang mengarah kepada perploncoan, di masa lalu perploncoan cuma dikenal di kegiatan mahasiswa dan atau di lembaga pendidikan pelatihan yang dimiliki sejumlah kementerian (dulu departemen), namun di masa kini sudah merambah hingga ke sekolah dasar meski modelnya tidak sekeras perploncoan mahasiswa.
Pada tahun pelajaran 2015/2016 ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, setelah melakukan kunjungan-kunjungan termasuk inspenksi mendadak (sidak) membuat catatan-catatan yang dituliskan dengan judul REFLEKSI MOPD MENDIKBUD sebagaimana diposting di laman berita situs Data Pokok Pendidikan Menengah pada 7 Agustus 2015 berikut ini:
Ini sekadar catatan reflektif jumat pagi untuk mengingatkan diri saya sendiri, dan semoga bisa bermanfaat untuk semua. Meskipun kecelakaan atau kematian itu bisa terjadi dimana saja; tanggung jawab kita adalah membuat sebuah sistem yang ampuh dalam mencegah terjadinya penyimpangan apalagi berakibat fatal.
Mari kita tidak melihat kejadian-kejadian ini semata-mata sebagai statistik: 4 meninggal diantara jutaan siswa baru. Mari kita berhenti melihat ini semata-mata sebagai kelalaian sekolah, kelalaian orang tua, ketidakseriusan dinas pendidikan, atau murni kecelakaan di luar kontrol kita.
Mari kita membayangkan diri kita sebagai ayah dan ibu anak-anak yang tewas itu. Mereka mengantarkan anak ke sekolah, sambil berharap bisa melihat anaknya kelak jadi mandiri dan membawa mereka ke derajat hidup yang lebih baik. Tidak ada yang pernah membayangkan suatu saat anaknya ikut kegiatan sekolah lalu diantar pulang ke rumah untuk disemayamkan sebelum dikubur. Melahirkan anak, membesarkan anak tidak harus diakhiri dengan menguburkan anak, biarkan anak itu bersekolah, belajar akhlak dan pandai berdoa, agar kelak anaknyalah yang menguburkan orang tuanya sambil mengirimkan doa tanpa henti.
Kita semua sadar, tanpa mereka harus mengatakan, sebenarnya harapan orang tua itu adalah sangat sederhana: negara hadir dan melindungi anak mereka di sekolah.
Ya, kita harus berhenti diam dan mendiamkan. Kita harus cari dan membuat semua cara baru untuk mencegah hal ini terjadi dan berulang. Negara harus membuat mekanisme untuk mengamankan dan melindungi anak-anak mereka. Sebagaimana kita sendiri ingin agar anak-anak kita berada di sekolah dengan aman, nyaman dan kembali ke rumah dalam keadaan bahagia.
Melarang kegiatan di luar sekolah atau melarang kegiatan itu sendiri bukanlah solusi, misalnya melarang perkemahan atau melarang kegiatan pecinta alam di alam terbuka. Tetapi, melibatkan semua pelaku pendidikan adalah salah satu solusi yang harus segera ditempuh.
Kemdikbud harus membuat desain aturan yang “memaksa” semua pelaku pendidikan di sekolah itu terlibat dan ikut memantau. Sesuai dengan strategi Kemdikbud: Penguatan Pelaku Pendidikan. Orang-tua, Guru, Kepala Sekolah, Pengawas, Dinas Pendidikan dan sebagainya “dipaksa” untuk terlibat. Kemdikbud harus bisa memanfaatkan kegiatan-kegiatan siswa ini untuk merancang terbangunnya ekosistem pendidikan yang baik.
Kemdikbud perlu menyiapkan mekanisme pengendalian untuk semua kegiatan siswa di luar KBM yang reguler. Misalnya mewajibkan ada proses registrasi, menuliskan semua rencana kegiatan, termasuk potensi resiko, dan mitigasi atas resiko itu. Lalu rencana kegiatan itu harus diketahui dan mendapatkan ijin pihak orang tua, dinas pendidikan setempat dll. Tanggung-jawab kemdikbud kemudian adalah memastikan itu semua berjalan baik di lapangan, menggunakan instrumen dapodik atau instrumen-instrumen lain untuk mendisiplinkannya.
Strategi Kemdikbud yaitu Penguatan Pelaku Pendidikan benar-benar bisa dikembangkan lewat kegiatan-kegiatan seperti ini. Selain itu, negara bukan hanya hadir memberikan batas-batas boleh dan tidak, tetapi negara hadir membentuk perilaku setiap aktor/pelaku dalam sebuah ekosistem pendidikan.
Selamat meneruskan karya dan menandai hari dengan prestasi baru.
Salam, anies baswedan
Ini sekadar catatan reflektif jumat pagi untuk mengingatkan diri saya sendiri, dan semoga bisa bermanfaat untuk semua. Meskipun kecelakaan atau kematian itu bisa terjadi dimana saja; tanggung jawab kita adalah membuat sebuah sistem yang ampuh dalam mencegah terjadinya penyimpangan apalagi berakibat fatal.
Mari kita tidak melihat kejadian-kejadian ini semata-mata sebagai statistik: 4 meninggal diantara jutaan siswa baru. Mari kita berhenti melihat ini semata-mata sebagai kelalaian sekolah, kelalaian orang tua, ketidakseriusan dinas pendidikan, atau murni kecelakaan di luar kontrol kita.
Mari kita membayangkan diri kita sebagai ayah dan ibu anak-anak yang tewas itu. Mereka mengantarkan anak ke sekolah, sambil berharap bisa melihat anaknya kelak jadi mandiri dan membawa mereka ke derajat hidup yang lebih baik. Tidak ada yang pernah membayangkan suatu saat anaknya ikut kegiatan sekolah lalu diantar pulang ke rumah untuk disemayamkan sebelum dikubur. Melahirkan anak, membesarkan anak tidak harus diakhiri dengan menguburkan anak, biarkan anak itu bersekolah, belajar akhlak dan pandai berdoa, agar kelak anaknyalah yang menguburkan orang tuanya sambil mengirimkan doa tanpa henti.
Kita semua sadar, tanpa mereka harus mengatakan, sebenarnya harapan orang tua itu adalah sangat sederhana: negara hadir dan melindungi anak mereka di sekolah.
Ya, kita harus berhenti diam dan mendiamkan. Kita harus cari dan membuat semua cara baru untuk mencegah hal ini terjadi dan berulang. Negara harus membuat mekanisme untuk mengamankan dan melindungi anak-anak mereka. Sebagaimana kita sendiri ingin agar anak-anak kita berada di sekolah dengan aman, nyaman dan kembali ke rumah dalam keadaan bahagia.
Melarang kegiatan di luar sekolah atau melarang kegiatan itu sendiri bukanlah solusi, misalnya melarang perkemahan atau melarang kegiatan pecinta alam di alam terbuka. Tetapi, melibatkan semua pelaku pendidikan adalah salah satu solusi yang harus segera ditempuh.
Kemdikbud harus membuat desain aturan yang “memaksa” semua pelaku pendidikan di sekolah itu terlibat dan ikut memantau. Sesuai dengan strategi Kemdikbud: Penguatan Pelaku Pendidikan. Orang-tua, Guru, Kepala Sekolah, Pengawas, Dinas Pendidikan dan sebagainya “dipaksa” untuk terlibat. Kemdikbud harus bisa memanfaatkan kegiatan-kegiatan siswa ini untuk merancang terbangunnya ekosistem pendidikan yang baik.
Kemdikbud perlu menyiapkan mekanisme pengendalian untuk semua kegiatan siswa di luar KBM yang reguler. Misalnya mewajibkan ada proses registrasi, menuliskan semua rencana kegiatan, termasuk potensi resiko, dan mitigasi atas resiko itu. Lalu rencana kegiatan itu harus diketahui dan mendapatkan ijin pihak orang tua, dinas pendidikan setempat dll. Tanggung-jawab kemdikbud kemudian adalah memastikan itu semua berjalan baik di lapangan, menggunakan instrumen dapodik atau instrumen-instrumen lain untuk mendisiplinkannya.
Strategi Kemdikbud yaitu Penguatan Pelaku Pendidikan benar-benar bisa dikembangkan lewat kegiatan-kegiatan seperti ini. Selain itu, negara bukan hanya hadir memberikan batas-batas boleh dan tidak, tetapi negara hadir membentuk perilaku setiap aktor/pelaku dalam sebuah ekosistem pendidikan.
Selamat meneruskan karya dan menandai hari dengan prestasi baru.
Salam, anies baswedan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar